SAJAK MALAM
Cinta telah
hadir menjadi sebuah nostalgia masa silam
Hadirnya tidak
diduga, mengalir bersama darah, dan kadang mesti berubah menjadi air mata. Air
mata bagai titik bening yang mengalir di sela pipi. Aku kadang tak mampu mengungkapkannya
Aku telah jatuh cinta pada
pandangan pertama. Tapi hanya sekadar jatuh cinta. Bukan niat untuk memilikimu.
Aku hanya ingin ketika esok pada tarikan nafasmu yang ketiga, maka kau menyebut namaku dan atas nama
cinta.
Aku ingin
mengajakmu bercengkrama di belakang rumahku. Mahkota yang telah kau rawat
bertahun-tahun ingin kubelai menjadi sesuatu yang tak boleh disentuh oleh
pengembara lain.
Tapi sayang pada
langkahku yang ketiga serta tarikan nafasku yang keenam seorang pengembara lain
telah datang mendahuluiku memeluk kenangan manismu. Pohon kamboja itu hanya diam, dia tak
mampu berkata apa-apa.
Di suaru serambi
rumah aku hanya duduk sendiri. Merenung. Mengulam masa silam yang tiada berarti
lagi. Selamat tinggal kenangan. Selamat tinggal cinta. Tapi hanya untuknya.
Bukan untuk semuanya.
Longka,
Wajo, tengah malam 5 Agustus 2007
GARA-GARA
SINGKONG
Setahun lamanya
ayahku mencangkul
Ladangnya
ditanam singkong
Penuhlah
ladangnya dengan singkong
Jadilah namanya
lahan singkong
Pagi singkong
Siang singkong
Malam juga
singkong
Di pasar banyak
singkong
Ibuku sering
menjul singkong
Karena ayahku
suka menaman singkong
Jadilah kami
keluarga singkong
Ayah, ibu, anak,
dan aku suka singkong
Setahun kemudian
ayahku sakit
Menurut dokter,
gara-gara singkong
Tiga hari
selanjutnya dia mati
Mungkin
gara-gara singkong
Dia kemudian di
kubur
Di belakang
ladang singkong
Gara-gara
singkong
MAKASSAR
Wajah kotaku nan
indah
Telah kudapati
gedung menjulang
Sementara
kudengarkan pancangan yang bergetar begitu kuat
Gedung pertemuan
berkarpet pesanan
Disana juga
kulirik rimbut menyelinap pada dinding
Bersama air yang
sedang meninggi
Menapak pada
telapak kaki yang berbuah dingin
Bersama beliung
memutar pondok
Kau hanya asyik
dengan balihomu
Terpajang pada
setiap sudut kota
Menanti
perubahan!
Save our city
Membangun
untuk makassar
Menjadikan
makassar kota terdepan!
Dan berbagai
macam kata buaian
Hanya satu
tanyaku
Akankah kau tak
menjilat ludahmu sendiri
Dan beronani
dengan ucapmu sendiri
Bermesraan
bersama kupu-kupu malam
Makassar,
5 Januari 2008
DUNIA
Dalam jiwa,
tatap, dan langkahmu
Penuh keremangan
tentang keserakahan
Akankah engkau
bertahan dengan keikhlasanmu
Dalam lunglai
langkah para pemerasmu
Gunung, lembah
dirimu telah remuk
Tak lagi tampak
kehijauan dalam bukitmu
Semua karena
keegoan seorang hamba
Makassar, 14
Desember 2006
LOSARI
Bentangan limbah di atas birumu
Gundukan plastik dalam penantian sun set mu
Tebaran aroma gila di keindahan
hotel hamparanmu
Akankah dapat engkau kembali
Dalam keindahan yang dulu kurasa
Kesejukan senja, cahaya fajar
Keindahan merah dalam kicauan camar
pergi tanpa pamit
Oh...oh... losariku, kembalikanlah
panoramamu
Kamarku, 14 Desember 06, 07.59
PENGAMEN
Kaleng, berdetak sekeping logam
Dalam untaian suara serak merdu
Nyanyian minta belasan kasih
Tiap serpihan rupiah bagai setitik
hujan di musim panas
Kini, engkau tak lagi boleh ada
Jejaran petugas di tiap mangkalmu
Siap menjerat tanpa jaminan
Kebingungan itu harus hilang.
Hidup bukan untuk bingung
Tapi hidup untuk mencari
kebahagiaan.
Makassar, 14 Desember 06, 08.00
Wita
MAKASSAR 01
Makassar, dengan losari yang
menakjubkan
Dengan juku eja yang menawan di
setiap pancingan
Fengasan coto yang sesak di setiap
malam
Dengan gemerlap malam yang setia
menemani
Bertahan dalam kanalnya yang hitam
Deretan becak di setiap
persimpangan uyang semraut
Goyangan koruptor di atas kursi
merah
Tirai berkibar dengan hembusan nafsu
Mahasiswa melawan
Dengan kekuatan nurani
Entah nurani yang bertahan.
DEMA
Setahun sudah kuberjuang dengan
nurani
Kini, selangkah lagi engkau mesti
meniunggalkanku
Kenangan yang telah kita rajuh
dalam kebersamaam
Semoga tak menjadi sebuh
patamorgana
Simpankanlah sebuah laci untukku
Laci kenangan yang indah
Akan kuisi dan kurawat dengan
sebuah keindahan pula
Berbagai nostalgian akan tersusun
rapi disana
Pada semua karib yang telah
menemaniku
Kuucapkan terima kasih tak terbatas
untukmu
Darah, air mata dan kesetiaan telah
kau torehkan untukku
Ku tak akan berarti tanpa hadirmu
kawan
Segala yang telah kita lalui
Jika didalamnya ada khilaf dan dosa
Maka dengan sudut dan jabatan
tangan kuhturkan permohonan maafku untukmu
Kawan, kebersamaan kita tak
berakhir di sini
Ku akan selalu setia mengenangmu
Dalam bingkai kebersamaan dan
persaudaraan
Adik-adikku
Seilahkan lanjutkan sejarah kami
Buatlah warna kalian di lembaga
yang kami cintai
Kami mesti menapakkan kaki,
Tapi bukan untuk pergi selamanya
Kjami ada untuk bersamamau
Kami masih seperti yang dulu
Yang setia menenmainimu.
Makassar, 22 Januari 2007
KEKASIH
Mungkinkah jiwa ini akan mengalun
dalam kasih kerinduanmu
Ketika jiwa ini telah syahdu dan
tak akan mengering karena kasih rinduku akan selalu bersemi walau tak datang
hujan deras yang kau kirimkan dengan kerinduanmu.
Semoga kisih ini menjadi sesuatu
yang terindah
Dalam kasih yang setia untuk semua
Bersama rasa bimbang ini dan
kemarin juga esok
Rindu
Rindu mengalun dalam penantian
Bersama semerbak mawar yang masih kuncup
Beriring irama detak hujan
Baru beberapa jam yang lalu kita berpisah
Getaran rindu yang mengalir bersama darah, mendidih di atas ubun-ubun.
Lalu tercerai berai dalam air mata duka
Karena rindu itu tak pernah berbalas
Hanya pikiran ini yang mengharapkanmu
Dating pada masa di mana aku sedang menatikanmu pada altar damai
*
Engkau tiba-tiba datang
Bersama sekeping rindu yang telah engkau koyak
Kau sodorkan keping itu padaku
Lalu aku terjatuh karena duka
*
Di belakangmu
Telah kau sembunyikan tiang nisan
Segera engkau tancapkan di samping bahuku
Lalu aku terbangun
Memeluk nisan
Dan melihatmu menjauh sambil mengibaskan rambut yang telah beronani
Pallangga, 1 Des 2010
REFORMASI
Sembilan tahun silam
Kisahmu telah menorehkan darah
Dalam perjuangan yang begitu amis
Tak berdebu
Makassar, 22 mei 2007
KASIH TAK SAMPAI
Pohon camar itu tetap berdiri kokoh
di samping rumah
Berderai ketika angin sore
meniupnya
Pohon kamboja itu telah rapuh
Bersama usia yang tak lagi ingin
bersamanya
Cahaya dari dirimu pun kini telah
meredup
Mungkin berganti pada belahan kasih
yang lain
Tak ada lagi sebuah titik yang kau
sinarkan
Pada wajahku yang sangat merindu
Merindu akan cahaya itu
Betulkan semua yang kurasa
Bahwa jiwamu telah bukan untukku
Atukah aku hanya bermimpi
Tapi, aku sadar bahwa aku belum
tertidur
Makassar, 27 Mei 2007
TENTANG PAHLAWAN
Suparmin
Kemarin kakek bercerita tentang
masa
Dimana hidup menjadi asa yang kadar
sekadar asa
Tapi juga kadang menjadi emas
Jika ingin menyambangi upeti setiap
masa
Merah putih bukan untuk menjadi
alas tidur
Merah putih adalah perjuangan tetes
darah dan keringat
Menjadi pembalut kepala yang
bercecer darah
Kadang tak berwarna lagi
Sekarang tombak, badik, dan
kalewang
Bukan untuk meneteskan darah lagi
Yangh menjadi harapan nenekku
Pemikiran untuk bangsa
Nenek kemudian menangis
Tangisnya begitu indah
Mengalun syahdu
Dan juga meminta air mata lain
Tentang masa silam, tentang
pahlawan.
Walanga, 4 Agustus 2007
RAMADHAN
Armin
Engkau telah kembali membawa kesan
kesejukan
Terpampang pintu sorga dalam
keinginanmu
Menggembok pintu neraka dengan
rantai
Takkan putus dalam tiap masa
Kuyakin semuanya akan menjelma
dalam rindu.
Syekh yusuf 13 September 2007
SARJANA
Andai aku disuruh untuk bercerita
Maka aku yakin kalian akan
terkesima
Hari-hari dalam penantian
Untuk sebuah masa depan yang begitu
terindukan
Berkumpullah kami
Dalam ruang dengan rona yang sama,
kebahagiaan
Setelah berjuang bertahun-tahun
Kini semuanya telah teraih
Masa depan telah terpampang di
depan mata
Selamat untuk semua kawanku
Makassar,
5 Januari 2007
RINDU
Malam ini aku
kembali sulit untuk tertidur
Bayangmu
senantiasa menghiasi pikiranku
Kapan jasadmu
kembali di depanku
Bersua, untuk
saling memadu kasih
Sayang, aku
betul-betul rindu
Merindu dalam
kesendirian
Selalu menanti kehadiranmu
Mengobati rindu
yang tak berujung
Kasih, selamat
tidur malam ini
Semoga rinduku
hadir dalam mimpimu
Makassar, 25 Februari 2008
Ketika
Di hari yang
senja
Lamunan
menerawang pada awan
Berkelam bersama
mendung
Segera tangiskan
bumi
Pada sisi hutan
yang tak tersisa
Pada sisi
longsor yang maut
Banjir menemani
sepinya malam
Berselimut rindu
akan masa
Makassar,
13 maret 2008
Malino
Hembusan dingin takapala
Memecah tiap
lamunan binisi
Lebatnya pinus
Menenangkan jiwa
yang sedih
Darimu bunga
edelweis kukirimkan
Untuk keabadian
pada dia di sana
Pucuk-pucuk
pinusmu
Bergelimang
keindahan lipatan awan
Rindu yang
menanti
Kerinduan akan
dinginnya dirimu
Membawaku pada
angan anagan rindu
Bersama malam
dalam mimpi indah
Makassar,
13 Maret 08
Pagi
Cahaya datang menjambat kegelapan
Melambaikan tangan untuk bumi
Kicau burung menyelip di balik jendela
Mengusik laba-laba yang terlelap
Malam telah pergi
Bukan untuk selamnya
Pagi telah dating
Pun bukan untuk selamanya
Keduanya damai dalam perputaran
Tak pernah nekat untuk saling menggantikan
Tak pernah saling merusak untuk sebuah ego
Damai, tenang, tak saling mengusik
Tidak dengannya
Yang terusik karena rencana internasional
Berkomat ketakutan
Lalu kehilangan masa depan dan juga masa sekarang.
Pns
Kuulurkan
tanganku untuk sebuah rindu
Kukepakkan
telinga demi masa depan cerah
Telah tiba
masanya
Untuk
mengubah nasib
Dari usia ke usia
Dari langkah ke langkah
Semuanya telah terjalin untuk masa
depan
Hai, kpanggil engkau
Rekatkan
niatmu
Tentukan
keinginanmu.
Untuk masa
depan yang indah
Untukmu SMAPAL 2010
Memandang senja
Memikirkan detak-detak kebersamaan itu
Aku tak pernah bisa menepis rindu karena engkau penuh
kenangan
Waktu tak akan mungkin berbalik dan aku kau juga tak mungkin
menginginkannya
Jika kelak
Engkau berkibar di seberang sana
Putarlah kemudimu
Tengoklah kami di sini
Bersemayam dalam cita, berselimut dalam rindu, tersenyum
dalam kengangan
Jika kain putih telah terangkat
Janganlah tangisi kami
Pergilah-tengoklah harimu esok
Karena kami hanya abu yang ingin semerbak bersamamu.
Sy,
16 Mei 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar