Selamat Datang di Blog Edukasi Suparmin, SMA Negeri 1 Pallangga, Gowa, Sulawesi Selatan

Sabtu, 22 Desember 2012

Cerita Rakyat


Putri Taddampalik

Di sulawesi selatan, sebelum agama islam masuk ke Indonesia terdapat beberapa buah kerajaan. Antara lain kerajaan Luwu, kerajaan Bone, dan kerajaan Gowa. Kerajaan Luwu dan kerajaan Bone merupakan kerajaan orang-orang bugis. Sedangkan Gowa, adalah kerajaan orang Makassar. Baik suku-suku yang ada di Maluku maupun yang ada di Makassar sama-sama terkenal dengan sikapnya yang satria dan gagah berani, luas pengetahuannya karena mereka suka berlayar mengembara jauh.
            Kisah ini berawal pada saat kerajaan Luwu diperintah oleh Datu Luwu La Bustana Datu Maongge. Datu Luwu ini sangat terkenal karena kebijaksanaan serta gagah berani. Sikapnya yang tegas menjadikan aman dan makmur. Rakyatnya hidup tenteram, tak pernah mengalami kekurangan bahan pakaian atau makanan.
          
  Dalam kehidupannya selaku Datu, ia hidup bahagia. Beliau dikarunia seorang putri yang sangat cantik, yang diberi nama Putri Tadampalik. Putri ini demikian cantiknya sehingga namanya terkenal di seluruh daerah kerajaan Luwu. Kecantikan putri Tadampalik tersiar pula hingga ke negeri-negeri tetangga. Sebenarnya bukan kecantikannya yang membuatnya terkenal, melainkan karena sifatnya yang ramah tamah dan baik kepada sesama manusia, tak peduli kepada mereka yang kaya atau yang miskin.
            Berita tentang kecantikan Putri Tadampalik akhirnya sampai pula ke telinga Raja Bone. Raja Bone mempunyai seorang putra. Beliau bermaksud hendak mengambil putri Tadampalik sebagai menantu. Selanjutnya raja Bone mengutus rombongan perwira untuk melakukan pinangan. Mendengar akan datangnya utusan dari Bone, Datu Luwu jadi bingung. Sebab menurut adat Luwu, seorang putri dari Luwu tak dibenarkan manikah dengan lelaki dari luar sukunya. Tetapi kalau pinangan itu ditolaknya, tentu bisa gawat akibatnya. Bone adalah negeri yang amat kuat. Kalau terjadi perang tentulah rakyat yang akan menderita.
            Raja menyayangi putrinya tetapi ternyata dia juga tidak bisa mengabaikan keselamatan rakyatnya. Dia betul-betul dihadapkan pada pilihan yang sulit. Kalau pinangan diterima anak dan seluruh keluarganya mungkin akan menjadi korban, mereka akan dikutuk Dewata. Kalau lamaran raja Bone ditolak maka tentu raja besar itu akan marah dan segera mengerahkan bala tentaranya untuk menggempur kerajaan Luwu.
            Tetapi apa yang terjadi? Hanya beberapa saat setelah utusan kerajaan Bone pergi, putri Tadampalik tiba-tiba jatuh sakit. Sakit sang putri itu aneh sekali, dan tak seorang pun sanggup menyembuhkannya. Semua dukun dan tabib di seluruh pelosok negeri Luwu didatangkan untuk mengobati tapi semuanya sia-sia. Sakit putri Tadampalik kian hari bertambah buruk. Seluruh tubuhnya menjadi amis dan berair. Raja mulai khawatir penyakit ini akan menular kepada seluruh kerbat istana dan menjalar ke seluruh rakyatnya.
            “Oh, inilah hukuman para dewa karena aku berani melanggar larangannya.” Gumam raja penuh sesal. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Raja akhirnya sadar, inilah resiko dari pengorbanan bagi keselamatan rakyatnya.
            Agar penyakit ini tidak mewabah ke seluruh negeri, maka putusan beliau, putri akan dibuang dengan rakit yang akan diikuti oleh beberapa orang pengikut setianya.
            Sebuah rakit raksasa dibangun di atas sungai. Di bagian tengahnya dibuatkan rumah-rumah untuk kamar sang putri. Di sekitarnya diisi bahan perbekalan. Dan setelah semuanya siap, perpisahan pun berlangsung. Sebelum berangkat, baginda memberikan sebuah pusaka berupa keris kepada putri Tadampalik. Perpisahan yang megharukan pun terjadi dengan iringan tangis dan air mata. Semua terdiam bisu menatap kepergian sang putri. Daun-daun ikut berguguran seakan ikut bersedih.
            Rakit kemudian berjalan pelan menuju ke arah muara. Tetapi mereka tidak tahu akan berlabuh dimana. Namun rombongan pengiring putri Tadampalik itu telah bertekad untuk teris menjaga sang putri. Tak peduli dimanapun mereka berada.
            Hari berganti hari. Keadaan putri Tadampalik semakin menjadi kurus. Pada suatu malam bertepatan dengan datangnya bulan purbama, mereka tiba i sebuah daerah yang landai. Hawanya sejuk dan nampak amat tentram. Rakit segera dilabuhkan dan mereka beristirahat di tempat itu.
            Setelah fajar tiba, mereka bangun, naik ke darat. Salah seorang di antara mereka menemukan buah wajo. Maka daerah itu dinamai Wajo hingga sekarang. Mereka membangun perkemahan dan mulai bercocok tanam. Selanjutnya mereka membuat gubuk-gubuk untuk bertempat tinggal. Putri Tadampalik dibuatkan rumah agak besar.
            Ternyata daerah itu amat subur. Dalam waktu singkat saja, hasil ladang sudah bisa dipetik buahnya. Mereka juga dapat mencari lauk pauk berupa ikan yang terdapat di sungai. Maka dimulailah pertumbuhan sebuah perkampungan yang sederhana namun penduduknya tentram, rukun, dan damai.
            Pada suatu hari, ketika putri Tadampalik duduk sendiri di halaman. Tiba-tiba datang seekor kerbau bule. Ia menyangka kerbau itu akan memakan tanaman sayur yang tak jauh dari tempatnya. Kerbau itu lalu dihalaunya. Tetapi kerbau itu bukannya pergi, malah menerjang sang putri hingga dia jatuh pingsan. Ketika ia siuman, ia kaget bukan main. Kerbau itu sedang menjilati seluruh permukaan kulitnya yang membusuk.
            Dari hari kehari kerbau itu datang lagi. Seperti biasa ia selalu menjilati kulit putri Tadampalik yang busuk, hingga lama-lama penyakit kulit putri Tadampalik menjadi kering dan akhirnya dia benar-benar sembuh.
            Putri dan seluruh pengikutnya merasa bersyukur kepada Tuhan. Dan sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada si kerbau bule, putri Tadampalik melarang seluruh pengikutnya mengganggu ataupun menyembelih kerbau bule. Adat ini berlaku hingga sekarang.
            Pada suatu malam, putri Tadampalik bermimpi bertemu dengan seorang pangeran yang tampan. Pangeran itu mengajaknya pergi. Tetapi putri tidak mau. Pangeran itu lalu berbisik : “aku adalah jodohmu. Kapan-kapan aku akan datang lagi menjemputmu.”
            Ketika putri Tadampalik bangun, ia jadi tersenyum. Agaknya ini adalah perlambang. Perlambang bagi hari depan yang baik. Dari hari kehari, putri Tadampalik menjadi kian cantik. Semua bekas lukanya sudah lenyap. Ia tak ubahnya bagai ular yang baru saja berganti kulit. Ia tak pernah lagi bersuasah hati. Namun mimpinya beberapa waktu yang lalu selalu saja mengganggu hatinya.
            Pesta dengan berburu binatang hutan. Hal itu sudah menjadi kebiasaan  di kerajaan Bone. Dalam perburuan biasanya putra mahkota yang jadi pemimpinnya. Begitu juga yang terjadi dihari itu. Tetapi kali ini lebih istimewa daripada biasanya. Sebab perburuan akan masuk ke hutan yang diikuti banyak pengikut.
            Begitulah, setelah tiba waktunya putra mahkota Bone memimpin perburuan itu. Tiba—tiba ia tergoda oleh seekor rusa. Dikejarnya rusa itu hingga masuk ke hutan yang lebat. Namun tiba-tiba ia kehilangan buruannya, bahkan kini ia tersesat dan terpisah dari pengawalnya. Malam pun tiba. Di dalam gelapnya malam, putra mahkota Bone melihat jauh di bawah sana api dari sebuah perkampungan. Maka dengan segera ia menuju ke sana. Ketika ia tiba di perkampungan itu, semua penduduknya sudah tertidur lelap. Lalu ia pun memasuki bangunan yang erbesar di antara rumah-rumah lainnya.
            Putra mahkota Bone begitu terpesona ketika melihat seorang putri yang sangat cantik tengah tertidur pulas. Perlahan-lahan pangeran itu menyentuh bahu perempuan itu. Perempuan yang tak lain adalah putri Tadampalik itu. Putri itu pun tergagap. Ia tak percaya atas apa yang dilihatnya. Ia teringat pada mimpinya. Pemuda di hadapannya persis dengan pemuda yang pernah hadir dalam mimpinya.
            “Apakah aku sedang bermimpi lagi?” gumam sang putri.
            “Wahai putri jelita, engkau tidak sedang bermimpi.” Sahut pangeran Bone.
            Siang harinya pangeran Bone menyampaikan isi hatinya. Ia ingin meminang sang putri untuk dijadikan sebagai permaisuri. Pangeran itu sama sekali tak menyangka bahwa dia sebenarnya sudah ditunangkan dengan sang putri. Putri Tadampalik juga tidak segera berterus terang bahwa ia adalah putri kerajaan Luwu. Ia masih merahasiakan dirinya. Karena itu dia tidak segera menerima lamaran itu.
            Tiba-tiba pengikut pangeran Bone berdatangan di tempat itu.
            “Tuan Pangeran, kami sudah lama mencari Tuan, apakah Tuan baik-baik saja?’. Kata kepala rombongan.
            “Ya aku memang tersesat semalam. Tapi aku selamat tak kurang suatu apa pun.” Jawab pangeran Bone.
            Apa boleh buat, meski hatinya ingin tetap tinggal, pangeran bone harus segera pulang ke istana. Ia pamit kepada sang putri. Dan dibalas dengan tatapan penuh arti. Di sepanjang perjalanan pangeran Bone murung sekali. Ia masih ingin berbincang lebih lama dengan sang putri jelita. Sementara putri tadampalik juga merasa sedih atas perpisahan itu.
            Sampai di kerajaan Bone sang pengeran langsung jatuh sakit. Keluarga kerajaan mengira ia sedang kelelahan. Namun aneh, ia tidak mau makan dan minum sehingga mengkhawatirkan Baginda dan Permaisuri. Satu-satunya orang yang mengetahui sebab sakitnya pangeran Bone adalah panglima perang Anre Guru pakanyaren. Dialah yang dulu ikut berburu dan sempat melihat sendiri pertemuan pangeran Bone dengan putri Wajo. Maka ia usul kepada raja agar putri Wajo segera dipinangnya.
            “Tapi pangeran Bone sudah ditunangkan dengan putri Tadampalik dari kerajaan Luwu.” Kata Baginda.
            “Tidak mengapa seorang pangeran beristri dua, “kata penglima.” Hamba lihat putri Wajo tak kalah cantiknya dengan putri Tadampalik. Dan pangeran Bone tampaknya sangat mencintainya. Inilah yang menyebabkannya jatuh sakit.”
            Akhirnya Baginda menyetujui usul itu. Dikirimlah utusan untuk meminang putri Wajo. Putri Wajo yang tak lain adalah putri Tadampalik sendiri itu menyambut kedatangan sang pangeran dengan gembira. Ia menerima pinangan itu. Ia juga berkata terus terang bahwa dialah putri Tadampalik dari kerajaan Luwu. Sang pangeran terkejut bercampur gembira. Namun putri Tadampalik belum menerima sepenuhnya sebelum ada izin dari ayahandanya. Sebagai tanda persetujuan ia memberikan keris pusaka pemberian ayahnya kepada pangeran Bone. Rombongan pangeran pum kemudian meninggalkan Wajo.
            Setelah sampai di Bone, rombongan segera mempersiapkan kunjungan untuk kedua kalinya ke negeri luwu. Mereka berangkat dengan rombongan yang tidak terlalu besar, karena yakin raja Luwu tak mungkin akan menolak pinangan sebab putri Tadampalik sudah memberikan keris pusaka sebagai tanda persetujuannya.
            Raja dan Ratu Luwu tidak menyangka jika putrinya sembuh seperti sedia kala. Mereka sangat terharu. Mereka berfikif agaknya dewa telah memaafkan kesalahan mereka. Maka mereka menerima pinangan raja Bone. Sekaligus menentukan hari perkawinannya.
            Ketabahan putri Tadampalik dalam menghadapi ujian berat berupa penyakit yang menjijikkan akhirnya berbuah kebahagiaan. Ia dapat sembuh seperti sedia kala dan bersanding dengan pangeran Bone yang tampan dan gagah berani. Pesta perkawinan dirayakan dengan meriah sekali oelh kedua kerajaan  beserta rakyat masing-masing. Akhirnya putri Tadampalik diboyong ke Bone. Mereka hidup bahagia di tengah-tengah rakyat yang mencintainya. Demikianlah asal mula rakyat Sulawesi selatan tidak boleh menyembelih kerbau bule.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Try Relay: the free SMS and picture text app for iPhone.